BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap
manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu.
Oleh karena itu, dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989
Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Sistem
Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia dan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan
mempunyai hubungan timbal balik, Sebab kebudayaan dapat
dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara
formal. Sebaliknya, bentuk, ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut
ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu
berlangsung. Yang dimaksud dengan kebudayaan adalah hasil cipta dan karya
manusia berupa norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi
yang dipelajarin dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat tertentu.
Namun, pada saat sekarang ini, masih banyak orang yang belum
mengerti bahwa sebenarnya pendidikan itu, baik formal, informal maupun
nonformal berlandaskan pada nilai-nilai budaya yang ada di tempat proses
pendidikan itu berlansung. Sehingga para subyek pendidikan sering menganggap
sepele mata pelajaran budaya, seperti muatan local, seni dan budaya. Sebenarnya, pendidikan itu bukan saja sarana
untuk belajar ilmu pengetahuan, tapi sekolah memiliki fungsi ganda yaitu
sebagai sebagai penyampaian, pelestarian (ilmu pengetahuan) dan sekaligus
pengembangan kebudayaan. Tapi masih banyak orang yang belum memahami itu. Oleh
karena itulah makalah tentang landasan kultural dalam pendidikan ini penyusun tulis.
1.2 TUJUAN
1)
Makalah
ini penulis susun adalah untuk membantu mahasiswa, khususnya mahasiswa
pendidikan kimia dalam memahami materi tentang “Landasan
Kultural dalam Pendidikan”
2)
Makalah
ini penulis susun adalah untuk memenuhi tugas kelompok yang dibimbing lansung oleh Ibu
Dra. Desti Irja, M.Pd sebagai dosen
mata kuliah Pengantar Pendidikan.
1.3 MANFAAT
1)
Kita
dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan landasan kultural dalam pendidikan.
2)
Kita
dapat mengetahui hubungan kebudayaan dengan sistem pendidikan nasional
Indonesia.
1.4 RUMUSAN MASALAH
1) Apakah
yang dimaksud dengan landasan kultural dalam pendidikan?
2) Apakah
maksud dari kebudayaan nasional sebagai landasan sistem pendidikan nasional?
BAB 2
ISI
2.1 PENGERTIAN
LANDASAN KULTURAL
Kebudayaan
sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu
terkait dengan pendidikan, utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti luas
tersebut dapat berwujud :
1)
Ideal
seperti ide, gagasan, nilai, dan sebagainya.
2)
Kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
3)
Fisik
yakni benda hasil karya manusia.
Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan
melalui pendidikan. Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan
teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan.
Sebagai contoh dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat
dapat dikatakan mengajarkan kepada anak-anak untuk mengatakan sesuatu, kapan
hal itu dapat dikatakan, bagaimana mengatakannya, dan kepada siapa
mengatakannya. Contoh lain, setiap masyarakat mempunyai persamaan dan perbedaan
dalam berpakaian. Dalam kaitan dengan pakaian, anak harus mempelajari dari
anggota masyarakat yang lain tentang cara menggunakan pakaian tertentu dan
dalam peristiwa apa pakaian tertentu dapat dipakai. Dengan mempelajari tingkah
laku yang dapat diterima dan kemudian menerapkan sebagai tingkah lakunya sendiri
menjadikan anak sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, anak-anak harus
diajarkan pola-pola tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
dalam masyarakat. Dengan kata lain, fungsi pokok setiap sistem pendidikan
adalah untuk mengajarkan anak-anak pola-pola tingkah laku yang essensial
tersebut.
Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan
tingkah laku kepada generasi baru, berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Pada
dasarnya ada tiga cara umum yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal,
nonformal, dan formal. Cara informal terjadi di dalam keluarga, dan nonformal
dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan cara formal melibatkan lembaga khusus yang dibentuk
untuk tujuan pendidikan. Pendidikan formal tersebut dirancang untuk mengarahkan
perkembangan tingkah laku anak didik. Kalua masyarakat hanya mentransmisi
kebudayaan yang mereka miliki kepada generasi penerus maka tidak akan diperoleh
kemajuan.
Oleh sebab itu, anggota masyarakat tersebut berusaha
melakukan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan kondisi baru sehingga
terbentuklah pola tinkah laku, nilai-nilai, dan norma-norma baru yang sesuai
dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Usaha-usaha menuju pola tingkah laku,
norma-norma dan nilai-nilai baru ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga
social yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan
adalah lembaga pendidikan, terutama sekolah dan keluarga.
Pada masyarakat primitif, transmisi kebubayaan dilakukan
secara informal dan nonformal, sedangkan pada masyarakat yang telah maju
transmisi kebudayaan dilakukan secara informal, nonformal dan formal.
Pemindahan kebudayaan secara formal ini melalui lembaga-lembaga sosial, terutama
sekolah. Pada masyarakat yang sudah maju, sekolah sebagai lembaga sosial
mempunyai peranan penting sebab pendidikan tidak hanya berfungsi untuk
mentransmisi Kebudayaan kepada generasi penerus, tetapi pendidikan juga
berfungsi untuk mentransformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan
dan tujuan zaman. Dengan kata lain, sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi
ganda pendidikan, yakni sebagai proses sosialisasi dan sebagai agen pembaruan.
Perlu dikemukakan bahwa dalam bidang pendidikan, kedua fungsi tersebut
kadang-kadang dipertentangkan, antara penganut pendidikan sebagai pelestarian (teaching a conserving activity) dan
penganut pendidikan sebagai pembaruan (teaching
as a subversive activity). Yang pertama mengutamakan sosialisasi, bahkan
kalau perlu domestikasi, sedangkan yang kedua mengutamakan pengembangan atau
agen pembaruan.
Seperti diketahui, pendidikan di Indonesia tidak memihak
salah satu kutub pendapat tersebut, akan tetapi mengutamakan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan antara aspek pelestarian nilai-nilai luhur
sosial-kebudayaan dan aspek pengembangan agar tetap jaya. Hal itu semakin
penting apabila diingat bahwa kemajuan teknologi komunikasi telah menyebabkan
datangnya pengaruh kebudayaan dari luar semakin deras.
2.2 KEBUDAYAAN NASIONAL SEBAGAI LANDASAN SISTEM PENDIDIKAN
NASIONAL (SISDIKNAS)
Seperti
telah dikemukakan, yang dimaksud dengan sisidiknas adalah pendidikan yang
berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia. (UU-RI No. 2/1989) Pasal 1 Ayat 2.
Karena masyarakat Indonesia sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat
yang majemuk, maka kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih tepat disebut
sebagai kebudayaan Nusantara yang
beragam. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima secara
nasional disebut kebudayaan nasional. Oleh karena itu, kebudayaan nasional
haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis seiring dengan semakin
kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sesuai dengan asas “Bhineka
Tunggal Ika”.
Pada awal
perkembangannya, suatu kebudayaan terbentuk berkat kemampuan manusia mengatasi
kehidupan alamiahnya dan kesengajaan manusia menciptakan lingkungan yang cocok
bagi kehidupannya. Setiap individu yang lahir selalu memasuki lingkungan
kebudayaan dan lingkungan alamiah itu, dan menghadapi dua sistem sekaligus
yaitu sistem kebudayaan dan sistem lingkungan alam. Individu dalam masyarakat
modern sangat dipengaruhi oleh besar dan kompleksnya kehidupan masyarakat
modern dan kecanggihan kebudayaannya. Ini berarti bahwa individu hanya dapat
hidup dalam masyarakat atau kebudayaan modern, apabila ia mau dan mampu belajar
terus menerus.
Salah satu
upaya penyesuaian pendidikan jalur sekolah dengan keragaman latar belakng sosial
budaya di Indonesia adalah dengan memberlakukan muatan lokal di dalam kurikulum
sekolah, terutama di sekolah dasar (SD). Kebijakan ini bukan hal baru, karena
gagasannya telah berlaku sejak dulu, misalnya dengan pengajaran bahasa daerah
dan atau penggunaan bahasa daerah di dalam proses belajar mengajar. Keragaman
sosial budaya tersebut terwujud dalam keragaman adat istiadat, tata cara, dan
tata krama pergaulan, kesenian, bahasa, dan sastra daerah, maupun kemahiran dan
keterampilan yang tumbuh dan terpelihara di suatu daerah tertentu.
Keanekaragaman itu sejak awal kemerdekaan telah mencoraki kurikulum sekolah,
utamanya sekolah dasar, dengan berbagai variasi yakni mulai sebagai mata
pelajaran (misalnya bahasa daerah) ataupun sebagai bagian dari bahan ajaran dan
atau cara penyampaiannya. Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik dari
setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai wujud dari kebhinekaan
masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini haruslah dilaksanakan dalam kerangka pemantapan
kesatuan dan persatuan bangsa dan negara Indonesia sebagai sisi ketunggal
ika-an.
Beberapa
tahun terakhir ini, makin kuat pendapat bahwa pendidikan seharusnya lebih
diupayakan agar lebih menjamin adanya rasa keterikatan antara peserta didik
dengan lingkungannya. Peserta didik diharapkan tidak hanya mengenal
lingkungannya (alam, sosial, dan budaya) akan tetapi juga mau dan mampu
mengembangkannya. Oleh Karena itu, sebagai contoh, muatan lokal dalam kurikulum
tidak hanya sekedar meneruskan minat dan kemahiran yang ada di daerah tertentu,
tetapi juga serentak memperbaiki/meningkatkannya sesuai dengan perkembangan
iptek/seni dan atau kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, kurikulum ikut
memutakhirkan kemahiran lokal (mengukir, melukis, menenun, menganyam, dan
sebagainya) sehingga sesuai dengan kemajuan zaman, dan serentak dengan itu,
membuka peluang tersedianya lapangan kerja bagi peserta didik yang bersangkutan
(seperti bidang kerajinan) dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di
lingkungannya.
Sebagai salah satu faktor yang ikut menentukan kelangsungan
hidup suatu masyarakat adalah kesanggupan dan kemampuan anggotanya untuk
mendukung nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Pendidikan
sebagai sub-sistem masyarakat mempunyai peranan mewariskan, memelihara dan
sekaligus sebagai agen pembaharuan kebudayaan. Pendidikan dapat dikonsepkan
sebagai proses budaya manusia. Kegiatanya dapat berwujud sebagai upaya yang
dipikirkan, dirasakan dan dikehendaki manusia. Pada dasarnya pendidikan merupakan
unsur dan peristiwa budaya. Pendidikan melibatkan sekaligus kiat dan disiplin
pengetahuan mempengaruhi manusia belajar. Pendidikan merupakan proses budaya,
yakni generasi manusia berturut-turut mengambil peran sehingga menghasilkan
peradaban masa lampau dan mengambil peranan di masa kini dan mampu menciptakan
peradaban di masa depan.
Dengan kata lain pendidikan memiliki tiga peran, sebagai
pewarisan, sebagai pemegang peran dan sebagai pemberi konstribusi. Dengan
demikian dapat dipahami pendidikan sebagai aset untuk pemeliharaan masa lampau,
penguatan individu dan masyarakat yang sekarang serta sebagai penyiapan manusia
berperan di masa datang. Pendidikan sebagai proses upaya pemeliharaan dan peran
dalam membangun peradaban dan pendidikan tidak terbatas pada benda-benda yang
tampak Seperti bangunan fisik, melainkan meliputi: gagasan, perasaan dan kebiasaan,
peran dan alam kehidupan sekarang juga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masa yang akan datang, karena pemeliharaan peradaban manusia merupakan tugas
tanpa akhir.
Analisis antropologi
budaya dapat membantu mengatasi problema-problema pendidikan yang dimunculkan
oleh kelompok-kelompak minoritas dan budaya yang lain. Sudut tujuan antropologi
sosial, menjelaskan pendidikan dapat merupakan bentuk bimbingan formal terhadap
perilaku anggota masyarakat yang relatif baru ke dalam tradisi nenek moyang
mereka melalui berbagai model indoktrinasi yang berbeda antara masyarakat satu
dengan yang lainnya. Melalui proses indoktrinasi yang berlangsung terus-menerus
timbul kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki budaya tertentu yang pada
gilirannya pula menampilkan bentuk pendidikan yang berbeda- beda. Pada
hakikatnya manusia sebagai makhluk budaya dapat menyesuaikan diri dengan kebudayaan
setempat. Salah satu cara untuk memelihara kebudayaan adalah melalui pengajaran.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai
penyampaian,pelestarian dan sekaligus pengembangan kebudayaan.
A.
Kebudayaan
dan sekolah
Tradisi
kebudayan menghambat perkembangan dalam berkompetisi dengan kelompok lain.
Sejalan dengan penelitian Otto Klinerberg (1954) bahwa kegagalan kelompok minoritas
umumnya bukan disebabkan semata-mata oleh ras, atau suku namun disebabkan oleh
budaya tradisi mereka.
B.
Prasangka
dan pertenfangan di berbagai kelompok budaya
Pertentangan
yang disebabkan adanya berbagai kelompok budaya dari ras dapat berupa prasangka
negatif di antara sesama kelompok dan hal ini berpengaruh terhadap pendidikan.
C.
Stereotipe
Keefektifan
dalam pengajaran timbul dan siswa akan lebih terbimbing, serta kesegaran dan
rasa takut berkurang jika guru menunjukkan stereotipe yang menyenangkan.
D.
Faktor
budaya dalam proses pengajaran (culture factors in teaching)
Mengajar
merupakan upaya mengkomunikasikan secara jelas tentang nilai-nilai pengajaran.
Dalam hal ini banyak hal yang mempengaruhi, sperti: niiai-nilai budaya orang
tua, penggunaan bahasa, keadaan sosial yang dibawa anak dari lingkungan (tradisi)
dan pengaruh kelompok dominan. Keadaan ini mensyaratkan perhatian, pemahaman
dan penyesuaian guru agar peran serta orang tua dalam kegiatan sekolah dapat
tercipta.
E.
Pelatihan
budaya untuk pendidikan
Perlu
dikembangkan kondisi sekolah yang didalamnya terdapat pertentangan antara kelompok
mayoritas dan minoritas yang sering menghadapi konflik budaya antara guru,
siswa dan orang tua. Kenyataan ini menuntut adanya kepelatihan budaya bagi
pendidik agar ia mampu menghubungkan nilai-nilai budaya dengan pengajaran dan
proses pengajaran.
F.
Masalah
kewibawaan merupakan ubahan (variabel) yang tidak dapat diabaikan
Penguasaan
terbadap kewibawaan guru lebih membantu siswa dalam penguasaan bahan-bahan
pengajaran.
G.
Sub-kebudayaan
(sub-culture)
Perbedaan
warna kulit dan kemiskinan menjadi penghambat dalam pelaksanaan pendidikan.
Karena kelompok-kelompok tersebut saling menolak terhadap pelayanan sekolah.
Hambatan ini dapat diatasi melalui pendidikan orang tua, memadukan sub-culture
di sekolah, mengadakan penyesuaian tingkah laku di sekolah dan kurikulum sekolah
wajib memperhatikan latar belakang budaya siswa.
H.
Dinamika
kelompok sosialisasi
Sekolah
harus mampu menghilangkan adanya kelompok-kelompok minoritas dan membawanya ke
arah perubahan melalui proses sosialisasi.
BAB 3
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai Landasan
Kultural dalam Pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa, kebudayaan
merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam pendidikan, karena pendidikan
selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota
masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Semua pendidikan berlandaskan
pada nilai-nilai kebudayaan (kultural) yang ada di tempat proses pendidikan itu
berlansung. Baik itu pendidikan formal seperti di sekolah, informal dalam
keluarga, maupun secara nonformal dalam lingkungan masyarakat, semuanya tidak
terlepas dari unsur kebudayaan di dalamnya.
Proses pendidikian bertujuan untuk
mendidik seorang anak agar mampu bertahan hidup dalam lingkungan masyarakat dan
mampu menjaga kelansungan hidup masyarakatnya, bersikap mandiri dan mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Dan sekolah secara seimbang
melaksanakan fungsi ganda pendidikan, yakni sebagai penyampaian, pelestarian
(ilmu pengetahuan) dan sekaligus pengembangan kebudayaan, yang kemudian akan
menghasilkan output yang memiliki kesanggupan dan kemampuan untuk mendukung
nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
3.2
SARAN
Sesungguhnya makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan,
masih banyak terdapat berbagai kekurangan dan pengulasan materi masih belum
sesuai dengan harapan. Untuk itu kepada penyusun makalah berikutnya agar dapat
lebih menyempurnakan pembahasan mengenai ”Landasan Kultural dalam
Pendidikan”, sehingga
pengetahuan lebih berkembang
0 komentar:
Posting Komentar