“Pencemaran Pesisir dan Laut”


Tugas Ilmu Pengetahuan Lingkungan
“Pencemaran Pesisir dan Laut”

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, mencapai 81.000 km, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi kawasan budidaya dan kawasan non budidaya. Pantai non budidaya dapat berupa daerah konservasi dan daerah yang tidak dibudidayakan, misalnya karena sumber daya alam yang miskin dan atau karena keadaan alamnya yang sulit, dicapai seperti daerah pantai yang terjal, kering, rawan bencana alam.
Kondisi lingkungan pesisir di beberapa pantai di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas sehingga lingkungan pesisir di lokasi tersebut dapat berkurang fungsinya atau bahkan sudah tidak mampu berfungsi lagi untuk menunjang pembangunan dan kesejahteraan penduduk secara berkelanjutan. Penurunan kualitas lingkungan pesisir di banyak tempat terjadi terutama akibat pencemaran dan atau perusakan lingkungan di sekitanya.

Upaya Sekolah Dalam Mengembangkan Nilai Agama Pada Masa Remaja


Upaya Sekolah Dalam Mengembangkan Nilai Agama Pada Masa Remaja


Pendidikan dimanapun dan kapanpun masih dipercaya orang sebagai media ampuh untuk membentuk kepribadian anak ke arah kedewasaan. Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pendidikan moral dan pembinaan mental. Karenanya keyakinan itu harus dipupuk dan ditanamkan sedari kecil sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadian anak sampai ia dewasa. Melihat dari sini, pendidikan agama di sekolah mendapat beban dan tanggung jawab moral yang tidak sedikit apalagi jika dikaitkan dengan upaya pembinaan mental remaja. Usia remaja ditandai dengan gejolak kejiwaan yang berimbas pada perkembangan mental dan pemikiran, emosi, kesadaran sosial, pertumbuhan moral, sikap dan kecenderungan serta pada akhirnya turut mewarnai sikap keberagamaan yang dianut (pola ibadah).
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistemik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis (intelektual dan emosional), sosial, maupun moral-spiritual.
Menurut Hurlock (1959) sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian anak, karena sekolah merupakan substansi dari keluarga dan guru substitusi dari orangtua.
Mengenai peranan guru dalam pendidikan akhlak, Imam Al-Ghazali mengemukakan bahwa penyembuhan badan memerlukan seorang dokter yang tahu tentang tabiat badan serta macam-macam penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Demikian pula halnya dengan penyembuhan jiwa dan akhlak. Keduanya membutuhkan guru (pendidik) yang tahu tentang tabiat dan kekurangan jiwa manusia serta tentang cara memperbaiki dan mendidiknya. Kebodohan dokter akan merusak kesehatan orang sakit. Begitupun kebodohan guru akan merusak akhlak muridnya.


Sekolah mempunyai peran penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik karena sebagian besar waktu mereka habis untuk berinteraksi dengan lingkungan sekolah. peran Sekolah Dalam Mengembangkan Tugas Perkembangan adalah sebagai berikut :
  1. Pencapaian tugas perkembangan melalui kelompok teman sebaya
  2. Mencapai perkembangan kemandirian pribadi
  3. Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME
Dalam akitannya dengan upaya mengembangkan fitrah beragama anak, atau siswa, sekolah mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan ini terkait mengembangkan pemahaman, pembiasaan mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia, serta sikap apresiatif terhadap ajaran atau hukum-hukum agama. Upaya-upaya itu adalah sebagai berikut:
  1. Dalam mengajar, guru hendaknya menggunakan pendekatan (metode)  yang bervariasi (seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, demontrasi, dan berkisah), sehingga anak tidak merasa jenuh mengikutinya.
  2. Dalam menjelaskan materi pelajaran, guru agama hendaknya tidak terpaku kepada teks atau materi itu saja (bersifat tekstual), tetapi materi itu sebaiknya peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat (kontekstual).
  3. Guru hendaknya memberikan penjelasan kepada siswa, bahwa semua ibadah ritual (mahdloh) akan memberikan makna yang lebih tinggi di hadapan Allah, apabila nilai-nilai yang terkandung dalam setiap ibadah tersebut direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Guru hendaknya memiliki kepribadian yang baik (akhlak mulia).
  5. Guru hendaknya menguasai bidang studi yang diajarkannya secara memadai, minimal materi-materi yang terkandung dalam kurikulum.
  6. Guru hendaknya memahami ilmu-ilmu lain yang relevan atau yang menunjang kemampuannya dalam mengelola proses belajar mengajar, seperti psikologi pendidikan, bimbingan konseling, metodologi pengajaran, administrasi pendidikanm teknik evaluasi, dan psikologi belajar agama.
  7. Pimpinan sekolah, guru-guru dan pihak sekolah lainnya hendaknya memberikan contoh, tauladan yang baik dalam mengamalkan ajaran agama, seperti dalam melaksanakan ibadah shalat, menjalin tali persaudaraan, memelihara kebersihan, mengucapkan dan menjawab salam, semangat dalam menuntut ilmu, dan berpakaian muslim/muslimat (menutup aurat).
  8. Guru-guru yang mengajar bukan pendidikan agama hendaknya mengintegrasikan nilai-nilai agama ke dalam materi-materi pelajaran yang diajarkannya.
  9. Sekolah hendaknya menyediakan saran ibadah (mesjid) yang memadai dan memfungsikannya secara optimal.
  10. Sekolah hendaknya menyelenggarakan kegiatan ektrakulikuler kerohanian bagi para siswa dan ceramah-ceramah atau diskusi keagamaan secara rutin.
 Hal Ini Berdasarkan Teori Perkembangan Peserta Didik Pada Tugas Perkembangan Masa Remaja Menurut Havigrus  :
- Mencapai hubungan lebih matang dengan teman sebaya
- Mencapai peran sosial wanita atau pria
- Menerima keadaan fisik dan menggunkan secara efektif
- Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
- Mencapai jaminan kemandirian ekonomi
- Memilih dan mempersiapkan karir
- Mempersipakan pernikahan dan hidup keluarga
- Mengembangkan ketrampilan intelektual
- Mencapai tingkah laku yang bertangung jawab secara sosial
- Memperoleh seperangkat nilai dan norma dalam bertingkah laku
- Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME
- Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME

KESIMPULAN
Manusia yang merupakan homo religius berkembang dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktro internal dan ekternal. Faktor internal atau juga merupakan faktor fitrah dari manusia itu sendiri. Adapun faktor internal merupakan pengaruh dari luar diri manusia sebagai individu. Hal ini berkaitan dengan hubungan sosial dan pengaruh penting dari lingkungan yang ditempati individu tersebut yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Keberadaan lingkungan sekolah Hurlock (1959) mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian anak, karena sekolah merupakan substansi dari keluarga dan guru substansi dari orangtua.

Lingkungan masyarakat merupakan interaksi sosial dan sosialkultural yang potensial berpengaruh terhadap perkembangan beragama anak. Dengan adanya sentuhan atau interaksi dengan sesama di dalam sebuah sosial kemasyarakatan dengan sendirinya kepribadian anak dipengaruhi oleh kebiasaan atau adat masyarakat yang membangunnya.

DAFTAR PUSTAKA
Syamsu Yusuf. (2002). Psikologi Belajar Agama. Bandung: Maestro.
Singgih Gunarsa. (2004). Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia
Tim Pustaka Familia. (2006). Konsep Diri Positif, Menentukan Prestasi Anak. Yogyakarta: Kanisius.
Singgih Gunarsa. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.

Buka aja alamat ini, ada tapi harus banyak revisi… ambil yg penting2 gt..




Perkembangan Moral, Nilai dan Agama pada Masa Remaja


MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Perkembangan Moral, Nilai, dan Agama Pada Masa Remaja

Halaman
Kata Pengantar………………………………………………………………………….
Daftar Isi………………………………………………………………………………..
BAB             I         PENDAHULUAN………………………………………………..
BAB             II        REMAJA…………………………………….....................................
BAB             III       PERKEMBANGAN MORAL…………………………………….
3.1  Pengertian……………………………………………………..
3.2  Faktor-faktor yang mempengaruhi…………………………….
3.3  Karakteristik perkembangan………………………………….
3.4  Upaya-upaya sekolah dalam rangka mengembangkannya……

MORAL DAN AGAMA REMAJA


MORAL DAN AGAMA REMAJA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang
diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar
sesuai dengan harapam social tanpa terus dibimbing,diawasi didororng dan diancam hukuman
seperti yang dialami waktu anak-anak.
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali
dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Salzman
mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung
(dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual,
perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.

HUBUNGAN ANTARA MORAL , NILAI, DAN SIKAP


HUBUNGAN ANTARA MORAL , NILAI, DAN SIKAP
                Nilai merupakan tatanan tertentu atau kriteria didalam diri individu yang dijadikan dasar untuk mengevaluasi suatu sistem. Pertimbangan nilai adalah penilaian individu terhadap suatu objek atau sekumpulan objek yang lebih berdasarkan pada sistem nilai tertentu daripada hanya sekedar karakteristik objek tersebut.
Moral merupakan tatanan prilaku yang memuat nilai-nilai tertentu untuk dilakukan individu dalam hubungannya dengan individu, kelompok, atau masyarakat. Moralitas merupakan pencerminan dari nilai-nilai idealitas seseorang (Rogers, 1985). Dalam moralitas terkandung aspek-aspek kognitif, afektif, dan prilaku ( Saffer, 1979).
Adapun sikap merupakan predisposisi tingkah laku atau kecendrungan untuk bertingkah laku yang sebenarnya juga merupakan ekspresi atau manifestasi dari pandangan individu terhadap suatu objek atau sekumpulan objek. Sikap merupakan sistem yang bersifat menetap dari komponen kognisi, afeksi, dan konasi (Krech,1973). Perubahan pengetahuan individu tentang suatu objek atau sekumpulan objek akan menimbulkan perubahan perasaan individu yang bersangkutan mengenai objek atau sekumpulan objek tersebut dan selanjutnya akan memengaruhi kecendrungannya untuk bertindak terhadap objek atau sekumpulan objek tersebut.

Landasan Kultural Pendidikan


Landasan Kultural Pendidikan

Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989  Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaanbangsa Indonesia dan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu berlangsung. Dimaksudkan dengan kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajarin dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat tertentu.
a.     

TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL


Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. UU RI No 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

PERSYARATAN YG TELAH DAN BELUM CUKUP TERPENUHI OLEH PROFESI GURU?


PERSYARATAN YG TELAH DAN BELUM CUKUP TERPENUHI OLEH PROFESI GURU?
PERSYATARAN YG BELUM CUKUP:
Masalah Tenaga Kependidikan
Sosok guru di sekolah harus diakui sebagai bagian penentu terhadap kualitas pendidikan, terhadap kualitas SDM kita. Sekalipun sebagai penentu dalam pendidikan dalam proses pencerdasan kehidupan berbangsa, kesejahteraan para guru sering tanpa ada yang memperhatikan. Kesejahteraan yang makin memburuk membuat para guru terpuruk dalam segala hal, mulai dari sulitnya menyandang kriteria hidup layak sampai kemampuan untuk mengikuti serta mengadopsi perkembangan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud hidup layak di sini adalah punya rumah layak huni, tersedianya dana simpanan untuk kesehatan dan pendidikan anak serta mampu membayar alat transportasi dari rumah ke sekolah. Guru yang kurang sejahtera akan berusaha sedapat mungkin mencari tambahan penghasilan, termasuk menjadi petani ataupun tukang ojek. Konsekuensinya, mereka sering tertinggal untuk mengembangkan diri terhadap pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan.

LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN


LANDASAN SOSIOLOGIS PENDIDIKAN

 

TUGAS MATA DIKLAT PENGANTAR PENDIDIKAN
DIKLAT CALON WIDYAISWARA ANGKATAN IX
LEMBAGA ADMNISTRASI NEGARA


Pendahuluan
Landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (KBBI, 1995:560). Istilah landasan dikenal pula sebagai fondasi. Mengacu pada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari suatu hal ; atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.
Menurut sifat wujudnya, landasan dapat dibedakan menjadi : (1) landasan yang bersifat material, dan
Diberdayakan oleh Blogger.