HUBUNGAN ANTARA MORAL , NILAI, DAN SIKAP


HUBUNGAN ANTARA MORAL , NILAI, DAN SIKAP
                Nilai merupakan tatanan tertentu atau kriteria didalam diri individu yang dijadikan dasar untuk mengevaluasi suatu sistem. Pertimbangan nilai adalah penilaian individu terhadap suatu objek atau sekumpulan objek yang lebih berdasarkan pada sistem nilai tertentu daripada hanya sekedar karakteristik objek tersebut.
Moral merupakan tatanan prilaku yang memuat nilai-nilai tertentu untuk dilakukan individu dalam hubungannya dengan individu, kelompok, atau masyarakat. Moralitas merupakan pencerminan dari nilai-nilai idealitas seseorang (Rogers, 1985). Dalam moralitas terkandung aspek-aspek kognitif, afektif, dan prilaku ( Saffer, 1979).
Adapun sikap merupakan predisposisi tingkah laku atau kecendrungan untuk bertingkah laku yang sebenarnya juga merupakan ekspresi atau manifestasi dari pandangan individu terhadap suatu objek atau sekumpulan objek. Sikap merupakan sistem yang bersifat menetap dari komponen kognisi, afeksi, dan konasi (Krech,1973). Perubahan pengetahuan individu tentang suatu objek atau sekumpulan objek akan menimbulkan perubahan perasaan individu yang bersangkutan mengenai objek atau sekumpulan objek tersebut dan selanjutnya akan memengaruhi kecendrungannya untuk bertindak terhadap objek atau sekumpulan objek tersebut.
  Dengan demkian, dapat ditarik benang merah bahwa nilai merupakan dasar petimbangan bagi individu  untuk melakukan sesuatu, moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap merupakan predisposisi atau kecendrungan individu untuk merespons terhadap suatu objek atau sekumpulan objek sebagai perwujudan dari sitem nilai dan moral yang ada didalam dirinya. Sistem nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut. Dengan sistem nilai yang dimiliki, individu akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sitem nilai dan moral yang mendasarinya.
Bagi Sigmund Freud (Corey, 1989), yang telah menjelaskan melalui teori Psikoanalisinya, antara nilai, moral, dan sikap adalah satu kesatuan dan tidak dibeda-bedakan. Nilai dan moral itu menyatu dalam salah satu struktur kepribadiannya, yang dikenal dengan super ego atau das uber ich yang merupakan sumber moral. Dalam konsep Sigmand Freud, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari tiga, yaitu :

1.       Id atau Das Es,
2.       Ego atau Das Ich, dan
3.       Super Ego atau Das Uber Ich.
Id berisi dorongan naluriah, tidak rasional, tidak logis, tak sadar, amoral, dan bersifat memenuhi dorongan kesengangan yang diarahkan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan dan menghindari kesakitan. Id merupakan kepribadian yang orisinil. Kepribadian setiap manusia ketika lahir hanya terdiri dari id. Ego merupakan eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur kepribadian individu. Tugas utama ego adalah mengantar dorongan-dorongan naluriah dengan kenyataan yang ada didunai sekitar. Super ego adalah kode moral individu yang tugas utamanya adalah mempertimbangkan apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Super ego mempresentasikan hal-hal yang ideal bukan hal-hal yang riil, serta mendorong ke arah kesempurnaan bukan kesenangan.
Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral dan sikap adalah jika ketiganya sudah menyatu dalam super ego dan seseorang yang telah mampu mengembangkan super ego nya dengan baik, sikapnya akan cendrung didasarkan atas nilai-nilai luhur dan aturan moral tertentu sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral. Ini dapat terjadi karena super ego yang sudah berkembang dengan baik dapat mengontrol dorongan-dorongan naluriah dari id yang bertujuan untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan. Berkembangnya super ego dengan baik, juga akan mendorong berkembang kekuatan ego untuk mengatur dinamika kepribadian antara id dan super ego, sehingga perbuatannya selaras dengan kenyataan didunia sekelilingnya.
KARAKTERISTIK NILAI, MORAL, DAN SIKAP
                Karena masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi suatu periode yang sangat penting dalam pembentukan nilai (Horrocks, 1976; Adi, 1986; Monks, 1989). Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang (Sarwono, 1989). Pembentukan nilai-nilai baru dilakukan dengan cara identifikasi dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja berusaha mengembangkannya sendiri.
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masala-masalah yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988). Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggung jawabkannya secara pribadi (Monks, 1988). Perkembangan moral remaja yang demikian, jika meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensioanl. Pada akhir masa remaja seseorang akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral yang disebut tahap pascakonvensional ketika orisinilitas pemikiran moral remaja sudah semakin jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata yang bersifat konvensional.
Tingkat perkembangan fisik dan psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada perubahan sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menentang nilai-nilai dasar hidup orang tua dan dewasa lainnya (Gunarsa, 1988). Apalagi kalau orang tua atau orang dewasa berusaha memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada remaja. Sikap menentang pranata adat kebiasaan yang ditunjukkan oleh para remaja merupakan gejala wajar yang terjadi sebagai unjuk kemampuan berpikir kritis terhadap segala sesuatu yang dihadapi dalam realitas. Gejala sikap menentang pada remaja hanya bersifat sementara akan berubah serta bekembang ke arah moralitas yang lebih matang dan mandiri.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN SIKAP
Nilai, moral, dan sikap adalah aspek-aspek yang berkembang pada diri individu melalui interaksi antara aktifitas internal dan pengaruh stimulus eksternal. Pada awalnya seoarang anak belum memiliki nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tertentu atau tentang apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh kelompok sosialnya. Selanjutnya, dalam berinteraksi dengan lingkungan, anak mulai belajar mengenai berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan nilai, moral, dan sikap. Dalam konteks ini, lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya bagi perkembangan nilai, moral, dan sikap individu (Harrocks, 1976 ; Gunarsa, 1988).
Faktor lingkungan yang berpengaru terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan memengaruhi perkembangan nilai, moral, dan sikap individu yang tumbuh dan berkembang didalamnya.
Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola asuh bina kasih, dan religius dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki budi luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji. Sebalinya, individu yang tumbuh dan berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh konflik, pola interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang dan kurang religius maka harapan agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap perilaku terpuji menjadi diragukan

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.